Dua hari setelah kejadian itu pada tanggal 19 Mei 2003 Presiden Megawati Soekarno Putri mengeluarkan Kepres 28/2002 menetapkan Darurat Militer (DM) di Aceh. Ketika itu, lembaga masyarakat sipil di Aceh sempat dituduh bekerja sama dengan GAM dan dibungkam agar berhenti menginformasikan situasi Aceh ke dunia luar.

Oleh sebab itu, status DM pun dicabut. Namun, meskipun status DM telah dicabut, para korban dan pemerintah masih gagal memberikan hukuman kepada para pelaku dan memberi keadilan bagi para korban dan keluarganya.

Berkas Tragedi Jambo Keupok terakhir kembali diserahkan kepada Jaksa Agung pada 8 Maret 2017, tetapi masih belum ada perkembanngan. Kalau masih belum ada perkembangan sejauh ini kasihan warganya yang masih trauma dengan kejadian tersebut, karena kejadian ini cukup serius.

Agar kasus ini tidak terulang lagi hal yang sama di masa yang akan datang dan sangat perlu untuk ditindak lanjuti oleh pemerintah apalagi yang melakukan pelanggaran HAM tersebut yang memiliki kekuasaan dan peran penting yang diakui oleh negara Indonesia.

Bahkan perlakuan seperti itu sangat memilukan dan memalukan. Ada cara lain selain membunuh dan kekerasan tapi mereka melakukannya secara pangkatnya. Lalu apakah itu pantas dinamakan negara yang berdemokrasi ?.

Dengan adanya suara rakyat di dengar oleh pemerintah dan pemerintah dapat menindak lanjuti kasus tersebut, hal ini dapat membantu meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dan juga masyarakat dapat tenang tanpa adanya rasa takut dan khawatir.(*)

Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh.

Editor : Murhaban

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan ikuti saluran kami di Channel WhatsApp