YARA bahkan terpaksa menggugat Bustami ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta agar rekomendasi tersebut segera ditandatangani.
“Tindakan Bustami ini jelas menunjukkan bahwa dia tidak mendukung pelaksanaan UUPA dan MoU Helsinki,” tegas Haji Embong.
Menurut Haji Embong, Bustami juga tidak menunjukkan komitmen untuk melaksanakan butir-butir penting dari MoU Helsinki selama masa jabatannya. Salah satunya adalah butir 1.3.5 yang menyebutkan bahwa Aceh memiliki wewenang untuk mengelola semua pelabuhan laut dan udara di wilayah Aceh.
Selain itu, butir 2.2.2 dari MoU juga mengamanatkan pembentukan Pengadilan HAM di Aceh, sementara butir 3.2.4 hingga 3.2.6 menekankan tanggung jawab pemerintah dalam rehabilitasi harta benda publik dan pribadi yang hancur akibat konflik, serta pembentukan Komisi Bersama Penyelesaian Klaim.
“Masih banyak harta benda masyarakat Aceh yang hancur akibat konflik yang belum diganti rugi oleh pemerintah. Seharusnya, Bustami sudah memulai langkah-langkah untuk memperkuat implementasi UUPA dan MoU Helsinki, namun kenyataannya, kami tidak melihat adanya kebijakan atau tindakan konkret yang mengarah ke sana,” jelas Haji Embong.
Penilaian YARA ini, menurut Haji Embong, didasarkan pada ketidakseriusan Bustami dalam memperjuangkan kepentingan Aceh, terutama dalam hal pengelolaan sumber daya alam, pembentukan Pengadilan HAM, serta penyelesaian klaim kerugian masyarakat akibat konflik.
“Kami tidak melihat Bustami menunjukkan langkah-langkah untuk memperkuat implementasi MoU Helsinki maupun UUPA selama dia menjabat Pj Gubernur. Tidak ada dorongan untuk membentuk Pengadilan HAM, Komisi Penyelesaian Klaim, maupun upaya pengelolaan pelabuhan yang seharusnya menjadi kewenangan Aceh,” pungkas Haji Embong.(Ril)
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan ikuti saluran kami di Channel WhatsApp