Jakarta, Acehglobal — Posisi WhatsApp sebagai aplikasi pesan instan terpopuler di dunia kian terguncang. Sang pesaing, Telegram, diprediksi akan menorehkan pencapaian gemilang dalam waktu dekat, yaitu mencapai 1 miliar pengguna aktif bulanan.
Angka ini terbilang fantastis, mengingat WhatsApp sendiri memiliki 2 miliar pengguna aktif bulanan per akhir tahun 2023.
Telegram, yang didirikan oleh pengusaha Rusia Pavel Durov di Dubai, telah menjelma menjadi platform komunikasi yang populer.
Durov sendiri memiliki kisah kelam dengan pemerintah Rusia, di mana ia dipaksa untuk memblokir suara oposisi di platform media sosial VK miliknya. Hal ini mendorong Durov untuk meninggalkan Rusia dan mendirikan Telegram.
“Pengguna aktif bulanan kami akan menembus angka 1 miliar pada tahun ini,” ungkap Durov, dikutip dari Reuters, Sabtu (11/5/2024).
“Pertumbuhan Telegram bagaikan api yang membakar hutan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Durov mengungkapkan bahwa ia telah menerima tekanan dari beberapa negara untuk membatasi pertukaran informasi tertentu. Namun, ia menegaskan komitmen Telegram untuk menjadi platform netral yang tidak terlibat dalam konflik geopolitik. Hal inilah yang menjadi daya tarik utama bagi pengguna di seluruh dunia.
Laporan Financial Times pada bulan Maret lalu menyebutkan bahwa Telegram berencana untuk melantai di bursa AS setelah meraih keuntungan. Kepopuleran Telegram mengantarkannya masuk dalam jajaran platform internet raksasa, seperti Facebook, YouTube, WhatsApp, Instagram, TikTok, dan WeChat.
Peran Telegram dalam krisis Rusia-Ukraina pada tahun 2022 lalu patut disorot. Platform ini menjadi salah satu sumber informasi yang tidak menyaring konten, sehingga di satu sisi dinilai transparan, namun di sisi lain juga menjadi wadah penyebaran disinformasi.
Durov meyakinkan bahwa sistem enkripsi Telegram menjamin keamanan pertukaran informasi dan terbebas dari intervensi pemerintah. “Saya lebih baik bebas daripada tunduk pada perintah siapa pun,” tegasnya.
Durov menjelaskan bahwa berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk menembus enkripsi Telegram, salah satunya oleh FBI. Ia mengungkapkan bahwa FBI pernah mencoba merekrut insinyur Telegram untuk membobol platformnya, namun tuduhan ini tidak dikomentari oleh FBI.
Menurutnya, tekanan untuk menjunjung tinggi kebebasan berpendapat dan berekspresi tidak hanya datang dari pemerintah, tetapi juga dari raksasa teknologi seperti Apple dan Alphabet. “Dua platform tersebut memiliki kendali penuh atas apa yang Anda baca dan akses terhadap seluruh data di smartphone Anda,” kritik Durov.
Pemilihan Dubai sebagai tempat tinggalnya didasari oleh netralitas Uni Emirat Arab. Durov merasa negara tersebut ingin menjalin hubungan baik dengan semua pihak dan tidak berpihak pada kekuatan super. Ia meyakini bahwa Dubai adalah tempat yang aman untuk menjalankan perusahaan netral seperti Telegram.(*)