“Soal ada yang melakukan sogok menyogok, tentu ada hukum yang akan memproses. Laporkan itu sebagai tindak kejahatan, tak terkecuali yang melibatkan wartawan maupun LSM,” kata Nasir Nurdin.

Lebih lanjut, Nasir juga mengungkapkan adanya program-program yang menggunakan dana desa yang tetap berjalan meskipun mendapat penentangan dari masyarakat dan pers. Salah satu contohnya adalah pelaksanaan bimbingan teknis (bimtek) pengelola dana desa ke luar provinsi.

“Berjalan lancar karena ada rekomendasi dan dukungan dari lembaga-lembaga resmi. Masing-masing lembaga sudah dapat jatah untuk memastikan tak ada temuan setelah kegiatan dilaksanakan. Apakah Mendes mencium praktik-praktik seperti ini?,” tanyanya.

Reaksi keras atas pernyataan Yandri Susanto juga datang dari LSM Adji Saka Indonesia, Gunawan Wibisono. Ia menegaskan pernyataan tersebut merupakan ancaman terhadap kebebasan pers.

Publik patut mempertanyakan apa yang sebenarnya ditakuti oleh Yandri dari pemberitaan media. “Pernyataan Yandri adalah tamparan keras bagi demokrasi. Ini adalah contoh buruk pejabat yang alergi kritik,” kata Wibisono.

LSM dan pers pun mendesak agar Yandri Susanto meminta maaf secara terbuka atas pernyataannya. Jika tidak, akan semakin jelas bahwa Yandri ingin membungkam suara kritis yang mengungkap kebobrokan di tubuh kementeriannya.

Hingga kini, Yandri memilih bungkam. Apakah ini tanda ketidaksiapan atau memang sengaja menutup diri dari kritik? Publik berhak tahu kebenarannya. (*)

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan ikuti saluran kami di Channel WhatsApp