Iklan - Scroll ke bawah untuk baca artikel
Religi

Momentum Idul Fitri, Merenungi Hikmah Zakat Fitrah

384
×

Momentum Idul Fitri, Merenungi Hikmah Zakat Fitrah

Sebarkan artikel ini
Ketua STISNU Aceh, Dr Tgk Muhammad Yasir, SHI, MA. Foto for Acehglobalnews

Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an surat An-Nur ayat 56, “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada Rasul, supaya kamu diberi rahmat.” Dalam ayat ini, jelas disebutkan bahwa ibadah zakat merupakan sebuah perintah.

Reporter : Ridha Yunawardi

Advertisement
Scroll ke bawah untuk melanjutkan

JANTHO – Ketua STISNU Aceh, Dr Tgk Muhammad Yasir SHI MA mengajak jamaah Jumat merenungi makna dan hakikat ibadah zakat yang ada pada bulan Ramadhan, khususnya di akhir bulan suci ini, yang senantiasa menjadi bahan diskusi, kajian, dan materi perbincangan hangat umat Islam. Selain mempelajari definisi dan pernak pernik pengamalan rukun Islam yang ketiga ini, sepatutnya kita juga mengetahui hakikat ibadah zakat yang kita lakukan.

Hal itu akan sampaikan Muhammad Yasir dalam khutbah Jumat di Masjid Al Hijrah Komplek PNS, Gampong Paya Roh, Kecamatan Darul Imarah, 21 April 2023 bertepatan 30 Ramadhan 1444 H.

“Kita perlu tahu dan sadar, bahwa hakikat beribadah adalah bukan hanya sekadar menggugurkan kewajiban, namun semua itu merupakan sebuah kebutuhan yang akan membawa dampak positif bagi kehidupan kita,” ujar Muhammad Yasir kepada Acehglobalnews, Kamis (20/4/2023).

Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an surat An-Nur ayat 56, “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada Rasul, supaya kamu diberi rahmat.” Dalam ayat ini, jelas disebutkan bahwa ibadah zakat merupakan sebuah perintah.

Karena itu, Muhammad Yasir yang juga merupakan Tenaga Profesional Baitul Mal Kota Banda Aceh ini menguraikan, bahwa sebagai makhluk dan hambanya, perintah yang diberikan Allah kepada kita menunjukkan sebuah kewajiban yang wajib dipatuhi dan dikerjakan. Jika menjalankan shalat adalah kewajiban yang memiliki dimensi vertikal yakni sebuah kepatuhan untuk memenuhi hak Allah Swt dengan menyembah-Nya, maka kewajiban zakat memiliki dua dimensi ibadah.

Selain dimensi vertikal sebagai kewajiban kepada Allah, zakat juga memiliki dimensi horizontal dalam bentuk memberikan harta yang dimiliki, karena di dalamnya terdapat hak-hak orang lain.

Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah saw mewajibkan zakat fitrah, untuk membersihkan orang yang berpuasa dari lontaran kata yang tidak bermanfaat dan kotor, serta untuk memberi makanan kepada orang-orang miskin.” (HR. Abu Daud).

Dalam hadits ini, zakat fitrah dapat menambal celah kurang ibadah puasa. Menabrak etika puasa seperti berkata dusta, sebenarnya sudah Nabi saw isyaratkan untuk dihindari, “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan tidak meninggalkan perbuatan yang diakibatkan ucapan dustanya, maka Allah tidak butuh terhadap puasanya”. (HR Bukhari).

Namun, menurut Muhammad Yasir, munculnya kewajiban zakat fitrah bukan karena masalah itu. Yusuf Qaradhawi menulis dalam Fiqhu al-Zakat, zakat fitrah diwajibkannya karena berakhirnya bulan Ramadhan yang dibolehkan berbuka. Syaikh Muhammad bin Qasim al-Ghazi dalam Fath al-Qarib al-Mujib berkata sama, karena terbenamnya matahari di hari terakhir bulan Ramadhan.

Dalam zakat harta yang dikeluarkan adalah hak orang lain pada harta itu. Sedangkan dalam zakat fitrah yang dikeluarkan adalah untuk membayar diri atau badan setiap orang. Nabi saw bersabda, “Wajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan, kepada orang yang merdeka, hamba sahaya, laki-laki, perempuan dari kaum muslimin”. (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam sejarah, urai Muhammad Yasir, zakat fitrah pertama kali disyariatkan pada tahun kedua hijrah, berbarengan dengan diwajibkannya puasa Ramadhan. Tujuannya, untuk memberi makan kepada orang-orang miskin di hari raya. “Inilah hikmah tertinggi zakat fitrah yang bersifat konsumtif,” terang Yasir.

Makanan yang dikeluarkan untuk membayar zakat fitrah adalah kurma atau gandum untuk konteks di masa Nabi SAW tinggal. Ibnu Umar berkata, “Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan, satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum” (HR Bukhari dan Muslim). Makanan inilah yang membuat tertawa orang miskin di hari raya.

“Hikmah ini terus menggelinding ke seluruh penjuru dunia dengan beragam makanan pokok masing-masing. Di Indonesia, makanan pokok yang wajib dibayarkan untuk zakat fitrah adalah beras sebanyak 3,5 liter atau 2,8 kg. Pada hari raya dapat dipastikan seluruh penduduk muslim Indonesia dalam keadaan kenyang,” jelasnya.

“Bagi yang hendak mengkonversi untuk beralih keharga menjadi rupiah juga boleh saja,” kata Muhammad Yasir. Dasarnya adalah firman Allah Swt, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka”. (QS al-Taubah/9: 103). Uang termasuk harta yang dapat dikeluarkan seharga zakat fitrah. Berkaitan dengan harga, maka disesuaikan dengan harga kurma atau anggur sebagaimana mazhab Imam Hanafi.

Muhammad Yasir juga menjelaskan, luasnya dunia Islam dan beragamnya makanan pokok setiap negeri perlu dipikirkan cara memaksimalkan distribusi zakat fitrah ini. Boleh saja zakat fitrah seseorang di titik bumi tertentu dinikmati oleh penerimanya di titik bumi yang lain. “Pada tanggal 1 Syawal nanti sekitar 1,9 miliar penduduk muslim dunia tidak ada yang merasa lapar,” harap alumni pascasarjana UIN Ar-Raniry ini.

Dia menegaskan, khusus masyarakat Aceh, sesuai Qanun Nomor 10 tahun 2018 tentang Baitul Mal, mekanisme pendistribusian zakat Mal maupun zakat fitrah bisa disalurkan melalui Baital Mal Gampong (BMG). Keberadaan BMG akan sangat membantu para muzakki yang berdomisili di setiap gampong yang ada di seluruh Aceh, baik dalam hal zakat mal atau zakat fitrah di bulan Ramadhan. (*)

Editor : Salman

Baca Juga :   Khutbah Jum'at Esok 3 Maret, Ustadz Mardhatillah: Hindari Balas Dendam!