Iklan - Scroll ke bawah untuk baca artikel
Komunitas MenulisOpini

Legalisasi Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW dan Kelebihannya

4150
×

Legalisasi Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW dan Kelebihannya

Sebarkan artikel ini
Tgk. Saidul Bariza adalah Guru Dayah Babussa'adah Al Munawwarah Simpang Dama, Aceh Utara / Pengurus RTA Aceh Utara.

Oleh: Tgk. Saidul Bariza

Maulid Nabi menjadi momentum yang sangat berharga bagi seluruh umat Islam. Perayaan ini menjadi ajang untuk mengenang jasa-jasa serta ajaran-ajaran yang telah ditinggalkan oleh beliau. Melalui perayaan ini, seluruh umat Islam diingatkan untuk menjadikan teladan beliau sebagai petunjuk dalam menjalani kehidupan di dunia.

Advertisement
Scroll ke bawah untuk melanjutkan

Umat Islam yang teguh iman dan kecintaannya terhadap Nabi, meyakini dan mempercayai bahwa memperingati Maulid Nabi merupakan ajang untuk mengharapkan syafaat dan pahala. Berbagai dalil dan kutipan ulama disajikan dalam menguatkan argumentasi terhadap perayaan Maulid.

Salah seorang dari kalangan sufi pernah berkata;

الإحتفال بالمولد الشريف لا يحتاج إلى حديث صحيح بل يحتاج إلى قلب صحيح

Artinya,“Perayaan hari kelahiran sang insan mulia itu, tidak butuh hadist shahih, perayaan ini hanya butuh hati yang sehat.”

Dalam kitab Mafahim Yajibu An Tushahhah karya Abuya Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki ( hal. 341 ) dan juga termaktub Dalam al-Mushannaf (juz 9, hal. 61) karya Imam Abu Bakr Abdurrazzaq bin Himam as-Shan’ani (w. 211 H) disebutkan;

أَنَّ أَبَا لَهَبٍ أَعْتَقَ جَارِيَةً لَهَا، يُقَالُ لَهَا ‌ثُوَيْبَةُ وَكَانَتْ قَدْ أَرْضَعَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَرَأَى أَبَا لَهَبٍ بَعْضُ أَهْلِهِ فِي النَّوْمِ فَسَأَلَهُ مَا وَجَدَ؟ فَقَالَ: مَا وَجَدْتُ بَعْدَكُمْ رَاحَةً غَيْرَ أَنِّي سُقِيتُ فِي هَذِهِ مِنِي وَأَشَارَ إِلَى النُّقْرَةِ الَّتِي تَحْتَ إِبْهَامِهِ فِي عِتْقِي ‌ثُوَيْبَةَ

“Dahulu, Abu Lahab memerdekakan seorang budak perempuannya yang bernama Tsuwaibah, Tsuwaibah juga pernah menyusui baginda Nabi. Suatu ketika, salah seorang famili Abu Lahab (Abbas bin Abdul Mutthalib) pernah bermimpi bertemu dengannya, lalu bertanya perihal perlakuan yang ia dapatkan di alam barunya. Abu Lahab menjawab, ‘Tak satu pun amal baik yang pernah kulakukan kecuali secuil-seraya memberi isyarah pada lekukan di bawah jempolnya-karena telah memerdekakan Tsuwaibah’.”

Baca Juga :   Dampak Dari Kenaikan Harga Pokok di Indonesia

Kisah Tsuwaibah ini menjadi dasar kuat legalisasi perayaan maulid Nabi. Logika sederhanya, Abu Lahab saja-yang telah dicap celaka ukhrawi dalam surah al-Lahab turut mendapatkan keringanan siksa dari Allah lantaran pernah memerdekakan Tsuwaibah sebagai ekspresi bahagianya menyambut kelahiran anak saudaranya, Muhammad bin Abdillah.

Lalu, bagaimana dengan umatnya yang selalu bershalawat di setiap bakda shalat dan merayakan kelahirannya tanpa pandang waktu dan tempat, terutama pada bulan Rabiul Awal!?

Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa an-Nihayah (juz II, hal. 273) mengatakan;

لمّا بشرته ثويبة بميلاد ابن أخيه محمد بن عبد الله أعتقها من ساعته فجوزي بذلك لذلك

“Ketika Tsuwaibah memberi kabar kembira kepada Abu Thalib tentang kelahiran anak saudaranya, Muhammad bin Abdillah, ia pun langsung memerdekakan budak perempuannya itu seketika juga. Karena hal ini, Allah meringkankan siksanya.”

Dihari kelahiran Nya, seluruh makhluk bersuka ria, alam menyambut kedatangan sang pembawa berkah, Rahmatan Lil ‘Alamin. Seorang Nabi yang syafaatnya kita harapkan selalu.

Pengekspresian syukur setiap orang dlm menyambut/ memperingati Maulid Nabi bisa berbeda-beda. Tergantung budaya dan tradisi yang berlaku, selama masih dalam pantauan syariat. Hal ini dikuatkan oleh argumen dari Sayyid Muhammad Alawi dalam Hawlal Ihtifal bi Dzikril Maulid an-Nabawi as-Syarif (hal. 24);

وهذا في معنى الإحتفال به إلا أنّ الصورة مختلفة ولكن المعنى موجود سواء كان ذلك بصيام أو إطعام طعام أو اجتماع على ذكر أو صلاة على النبي صلى الله عليه وسلم أو سماع شمائله الشريفة
“Inilah substansi perayaan maulid Nabi, kendati dengan format yang berbeda-beda; ada yang dengan berpuasa, memberi makan kepada sesama, berkumpul dalam halakah zikir dan intelektual, membaca shalawat kepada baginda Nabi, atau menyimak pembacaan sejarah hidup manusia mulia, Rasulullah “.

Baca Juga :   Hasil Survei, Indonesia Negara Peringkat Kedua Kasus Perselingkuhan Tertinggi di Asia

Balasan Bagi Yang Merayakan Maulid Nabi ( Kisah 2 Pemuda di Zaman Dulu )

Perayaan Maulid Nabi dilandasi dengan adanya cinta, sehingga orang-orang yang didalam hatinya memiliki cinta, maka akan melakukan apapun demi menyenangkan hati yang dicintai dan demi menggapai cinta. Sehingga, bagi sesiapa saja yang mengadakan Maulid, maka dia akan mendapatkan balasan yang sangat luar biasa.

1. Konon, dikisahkan pada masa Amirul Mu’minin Harun ar-Rasyid di Bashrah ada seorang pemuda berandal. Penduduk Bashrah memandang hina pemuda tersebut karena perilakunya yang buruk. Namun, ketika bulan Rabiul Awal atau bulan Maulid datang, pemuda ini menyambutnya dengan mencuci pakaiannya, memakai parfum, berdandan, membuat walimah, dan ia membaca maulid Nabi Muhammad saw. Hal ini terus berlangsung dalam waktu yang lama. Sehingga saat dia meninggal penduduk Bashrah mendengar suara tanpa wujud berkata:

“Wahai penduduk Bashrah hadiri dan saksikanlah oleh kalian jenazah seorang wali dari wali-walinya Allah, sesunguhnya ia mulia di sisiku.”
Kemudian penduduk Bashrah menghadiri sampai dengan menguburkannya.

Lalu, dalam mimpi, mereka melihat pemuda tersebut mengenakan pakaian kebesaran yang terbuat dari sutra. Ditanyakan kepadanya: “Dengan apa engkau mendapatkan keutamaan ini.?”
“Dengan mengagungkan Maulid Nabi Muhammad saw”, jawabnya.

2. Di Negeri Syam, hiduplah seorang pemuda yang rupawan pada masa khalifah Abdul Malik ibn Marwan. Suatu hari pemuda tersebut sedang bermain-main dengan menaiki kudanya. Tiba-tiba kudanya berlari dengan kencang saat ia berada dipunggunya sampai membawanya di sebuah jalan buntu di Kota Syam. Ia tidak mampu untuk mengendalikan kudanya sehingga kudanya pun berada di jalan menuju pintu sang khalifah.
Lalu kudanya secara tiba-tiba berpapasan dengan putra khalifah Abdul Malik. Ia pun tidak mampu berpaling dari kuda tersebut dan akhirnya tertabrak dan meninggal dunia.

Kejadian ini pun sampai pada sang khalifah. Beliau meminta untuk menghadirkan pemuda penunggang kuda itu. Ketika semakin dekat waktu pemuda itu akan meghadap sang khalifah, tiba-tiba muncul dalam benaknya: “Bila Allah menyelamatkanku dari peristiwa ini, aku akan membuat walimah yang besar dan aku akan membaca maulid Nabi Muhammad saw di walimah itu.”

Baca Juga :   Revenge Porn, Bentuk Baru Kejahatan Asusila di Dunia Maya

Ketika pemuda itu hadir di hadapan sang khalifah, sang khalifah pun memandanginya kemudian beliau malah tertawa setelah sebelumnya menahan amarah.
Sang khalifah bertanya heran: “Hai pemuda, apakah engkau pandai menyihir?.”
“Tidak, demi Allah wahai Amirul Mu’minin.”, jawab pemuda itu.

Kemudian sang khalifah berkata: “Engkau aku maafkan, tetapi katakan kepadaku apa yang telah engkau ucapkan?.”
Ia pun menjawab: “Aku berkata: “Bila Allah menyelamatkanku dari kecelakan jiwa ini aku akan membuat walimah maulid Nabi saw.”
Sang khalifah berkata: “Sungguh aku telah memaafkanmu dan ambilah ini 100 dinar untuk merayakan maulid Nabi. Dan engkau terbebaskan dari dam (denda) pembunuhan anakku.” Baca Juga:Dalil tentang Merayakan Maulid Dapat Datangkan Syafaat Nabi
Pemuda itupun keluar dengan membawa 100 dinar dan terbebaskan dari qisas sebab berkah maulid Nabi Muhammad saw.

Kedua kisah ini disebutkan olehSyekh Bakri Syatha (w.1310 H) dalam kitabnya I’anatuth Thalibin ( juz III, hal ; 364).

Saudaraku yang dimuliakan Allah, kisah ini bisa menjadi inspirasi dan motivasi untuk selalu mengagungkan Maulid Nabi Muhammad Saw dan senantiasa menumbuhkan rasa cinta kepada dan memperbanyak shalawat kepada beliau. Ingatlah kembali, bahwa Rasulullah pernah bersabda;

المرء مع من احب
” Seseorang itu akan bersama dengan orang yang dia cintai ”

Melalui momentum Maulidurrasul, marilah kita tingkatkan kerinduan dan kecintaan terhadap beliau, teladani beliau dalam segala aspeknya, jagalah selalu kesatuan dan persatuan yang telah beliau bumingkan, demi perubahan dan perbaikan.(*)

Penulis adalah Guru Dayah Babussa’adah Al Munawwarah Simpang Dama, Aceh Utara / Pengurus RTA Aceh Utara.

Editor: Redaksi